Sabtu, 06 September 2014

TATA CARA PERSIDANGAN PIDANA ANAK



Tata Cara sidang Anak Nakal diatur di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan anak
                   
Pemeriksaan sidang anak nakal dilakukan oleh hakim khusus yaitu hakim anak. Pengangkatan hakim anak ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung RI dengan surat keputusan, dengan mempertimbangkan usul Ketua Pengadilan Negeri tempat hakim bersangkutan bertugas melalui Ketua Pengadilan Tinggi (Pasal 9 Undang-undang Pengadilan Anak), Pengangkatan hakim anak oleh Ketua Mahkama Agung bukan oleh menteri kehakiman, karena hal tersebut menyangkut teknis yuridis pengadilan dan merupakan pengangkatan hakim khusus.
Syarat-syarat untuk dapat ditetapkan sebagai hakim anak dalam Pasal 10 Undang-undang Pengadilan Anak menentukan sebagai berikut:
1.    Telah berpengalaman sebagai hakim di Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.
2.    Mempunyai minat, perhatian, dedikasi dan memahami masalah anak.
Untuk dapat dilaksanakan ketentuan di atas diperlukan peraturan pelaksana yang menyangkut berapa lama pengalaman seorang hakim Pengadilan Negeri yang dianggap layak untuk menjadi hakim anak. Walaupun banyak hakim yang berpengalaman akan tetapi tanpa memiliki minat, perhatian, dedikasi tidak akan bisa ditunjuk menjadi Hakim anak.
Dalam pemeriksaan sidang anak nakal para pejabat yang memeriksa anak nakal yaitu Hakim, Penuntut Umum dan Advokat tidak mengenakan toga. Juga untuk panitera yang membantu hakim tidak mengenakan jas. Semua pakaian kebesaran pejabat tidak digunakan hal ini untuk memberikan kesan ramah sehingga persidangan dapat berjalan dengan lancar dan penuh rasa.
Pemerikasaan sidang anak dilakukan dengan hakim tunggal (Pasal 11 ayat (1) Undang-undang Pengadilan Anak). Dengan hakim tunggal tujuannya agar sidang perkara anak dapat diselesaikan dengan cepat. Perkara anak yang dapat disidangkan dengan hakim tunggal adalah perkara pidana yang ancaman hukumannya 5 (lima) tahun kebawah dan pembuktiannya mudah atau tidak sulit. Tindak pidana yang dimaksud adalah tindak pidana pencurian (Pasal 362 KUHP), penggelapan (Pasal 372 KUHP) dan Penipuan (Pasal378 KUHP).  Apabila tindak pidananya diancam dengan hukuman penjara diatas lima tahun dan pembuktiannya sulit, maka berdasarkan (Pasal 11 ayat (2) Undang-undang Pengadilan Anak) perkara diperiksa dengan hakim majelis. Namun, dalam Pasal 11 ayat (2) tersebut selain dalam “hal tertentu” yaitu tentang ancaman hukuman dan pembuktian tersebut, juga “dipandang perlu. Namun, dalam Undang-undang tidak dijelaskan apa yang dimaksud dipandang perlu tersebut. sebab ada juga perkara tergolong hal tertentu seperti tindak pidana pemalsuan surat Pasal 263 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara dan juga tindak kekerasan Pasal 170 ayat (2)  dengan ancaman maksimal hukuman yaitu 7 tahun penjara. Tetapi tidak dipandang perlu diperiksa oleh hakim majelis, sehingga dalam praktik sulit untuk menentukan ukuran “dipandang perlu” tersebut.
Lebih lanjut apa yang telah diatur secara khusus dalam Pasal 11 Undang-undang Pengadilan Anak maka peraturan dalam KUHAP harus dikesampingkan, Penuntut umum cukup menunjukkan perkara dan pengadilan yang akan menetapkan apakah perkara tersebut diperiksa oleh hakim tunggal atau hakim majelis.
Pada tingkat banding maupun kasasi, hakim yang memeriksa dan memutus perkara anak nakal sama dengan di tingkat peradilan pertama, yaitu dengan hakim tunggal (Pasal 11 dan Pasal 14 Undang-undang Pengadilan Anak)
Hakim yang memeriksa perkara anak, berwenang melakukan penahanan terhadap terdakwa untuk kepentingan pemeriksaan paling lama 15 (lima belas) hari. Apabila penahanan itu merupakan penahanan lanjutan, penahannya dihitung sejak perkara anak dilimpahkan penuntut umum ke Pengadilan Negeri. Sedangkan apabila bukan penahanan lanjutan, karena terdakwa tidak penah ditahan di tingkat penyidikan maupun penuntutan, maka menjadi keputusan hakim kapan peritah penahanan itu dikeluarkan selama perkara belum diputus.
Apabila jangka waktu 15 hari pemeriksaan sidang belum selesai, perpanjangan penahanan dapa dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri paling lama 30 hari. Jadi maksimal penahanan bagi terdakwa adalah 45 hari. Jadi,apabila jangka waktu tersebut terlampaui, sedangkan perkara belum diputus oleh hakim, maka terdakwa harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
Jika perkara anak banding, terdakwa ditingkat pemeriksaan banding dapat ditahan oleh hakim banding paling lama 15 hari dan perpanjangan penahanan paling lama 30 hari (Pasal 48 Undang-undang Pengadilan Anak). Kemudian apabila perkaranya naik kasasi, hakim kasasi berwenang menahan terdakwa untuk kepentingan pemeriksaan paling lama 25 hari dan dapat diperpanjang oleh ketua Mahkamah Agung RI paling lama 30 hari (Pasal 49 Undang-undang Pengadilan Anak). Khususnya terhadap tersangka atau terdakwa yang menderita gangguan fisik atau mental yang berat, guna kepentingan pemeriksaan (Pasal 50 ayat (1) Undang-undang Pengadilan Anak memberi pengecualian untuk perpanjangan penahanan yang melebihi Pasal 44, Pasal 46 sampai dengan Pasal 49, yaitu perpanjangan untuk paling lama dua kali, masing-masing 15 hari dan 15 hari lagi untuk perpanjangan berikutnya. (Pasal 50 ayat (2) Undang-undang Pengadilan Anak). Untuk dapat memperpanjang penahanan tersebut, keadaan terdakwa yang menderita gangguan fisik berat harus dibuktikan dengan surat keterangan dokter.(2000 : 63-64)
Pejabat yang berwenang melakukan perpanjangan penahanan sebagaimana dimaksud adalah :
1.    Ketua Pengadilan Negeri ditingkat penyidikan dan penuntutan.
2.    Ketua Pengadilan Tinggi dalam tingkat pemeriksaan di Pengadilan Negeri.
3.    Ketua Mahkamah Agung dalam tingkat pemeriksaan banding dan kasasi.
Meskipun perpanjangan penahanan tersebut dimungkinkan oleh Undang-undang, sehingga dalam satu tingkat pemeriksaan tersangka atau terdakwa berakibat mendekam dalam tahanan lebih lama, namun, apabila ia merasa dirugikan karena adanya penahana itu, Undang-undang Pengadilan Anak melalui Pasal 50 ayat (6) memberi kesempatan untuk mengajukan keberatan. Keberatan yang diajukan tersebut bukan diajukan pada pejabat yang melakukan perpanjangan,akan tetapi kepada pejabat yang tingkatnya lebih tinggi, yaitu diajukan pada:
1.    Ketua Pengadilan Tinggi dalam tingkat penyidikan dan penuntutan.
2.    Ketua Mahkamah Agung dalam Pemeriksaan Pengadilan Negeri dan pemeriksaan Banding.
Undang-undang Pengadilan Anak selain tidak memberi batas waktu, juga tidak memberi apa yang terjadi akibat apabila perpanjangan penahanan sudah dilakukan sedangkan surat perintah perpanjangan penahanan atau penetapan perpanjangan penahanan dibatalkan karena keberatan tersangka/terdakwa dapat dibenarkan atau diterima.
Untuk tata ruang persidangan anak ditata berdasarkan Pasal 230 ayat (3) KUHAP, sebagai berikut :
1.    Tempat meja dan kursi hakim terletak lebih tinggi dari tempat penuntut umum, penasehat hukum, terdakwa dan pengunjung;
2.    Tempat panitera terletak disisi kanan tempat hakim ketua sidang;
3.    Tempat penuntut umum terletak disisi kanan depan hakim;
4.    Tempat terdakwa dan penasehat hukum terletak di sisi kiri depan dari tempat hakim dan terdakwa disebelah kanan tempat penasehat hukum;
5.    Tempat kursi pemeriksaan terdakwa dan saksi terletak didepan tempat hakim;
6.    Tempat saksi atau ahli yang telah didengar terletak dibelakang kursi pemeriksaan;
7.    Tempat pengunjung terletak di belakang tempat saksi yang telah didengar;
8.    Bendera nasional ditempatkan di sebelah kanan meja hakim dan panji pengayoman ditempatkan disebelah kiri meja hakim  sedangkan lembaga negara ditempatkan pada dinding bagian atas dibelakang meja hakim;
9.    Tempat rohaniawan terletak disebelah kiri tempat panitera;
10.                        Tempat sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai huruf i diatas diberi tanda pengenal;
11.                        Tempat petugas keamanan dibagian dalam pintu masuk utama ruang sidang dan tempat lain dianggap perlu.
Ukuran ruang sidang disesuaikan dengan keadaan gedung pengadilan negeri setempat. Berdasarkan Pasal 16 Keputusan Menteri Kehakiman RI No.M.02.PW.07.10 tahun 1997 tentang tata tertib persidangan dan tata tertib ruang sidang, bahwa ruang sidang Pengadilan Anak dibagi atas 3 (tiga) bagian, yaitu :
1.    Ruangan untuk tempat hakim, panitera dan rohaniawan.
2.    Ruangan untuk tempat penuntut umum, penasehat hukum, pembimbing kemasyarakatan, terdakwa, saksi dan orang tua, wali atau orang tua asuh.
3.    Ruangan untuk umum.
Sesuai dengan Pasal 56 Undang-undang Pengadilan Anak, sebelum sidang dibuka hakim, hakim memerintahkan kepada pembimbing kemasyarakatan agar menyampaikan laporan hasil penelitian kemasyarakatan mengenai hasil anak yang bersangkutan.
Pembimbing kemasyarakatan yang dimaksud adalah pembimbing kemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan di wilayah hukum Pengadilan negeri setempat. Apabila di wilayah hukum Pengadilan negeri setempat tidak terdapat balai pemasyarakatan, maka menurut Pasal 12 ayat (2)  Keputusan Menteri Kehakiman No.02.PW.07.10 tahun1997, hakim dapat memerintahkan pembimbing kemasyarakatan dari anak yang bersangkutan untuk memberi hasil penelitian kemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan terdekat. Isi laporan harus memenuhi syarat yang ditetapkan dalam Pasal 56 Undang-undang Pengadilan Anak dan hasil laporan ini merupakan bahan pertimbangan bagi hakim yang menyidangkan perkara anak nakal tersebut.
Dalam hal pelaksanaan persidangan, Hakim anak yang bertugas menegtokkan palu sebanyak tiga kali dengan menyatakan “sidang dibuka dan dinyatakan tertutup untuk umum.” Sidang pengadilan anak dilaksanakan secara tertutup adalah sejalan dengan Pasal 153 ayat (3) KUHAP dan Pasal 57 ayat (1) Undang-undang Pengadilan Anak. Yang nerupakan kewajiban hukum yang tidak dapat diabaikan.
Setelah pernyataan tersebut diucapkan hakim memanggil masuk terdakwa beserta orang tua, wali atau orang tua asuh, penasehat hukum/advokat serta pembimbing kemasyarakatan. Mereka duduk ditempat yang telah disediakan diruang sidang kecuali untuk sementara terdakwa duduk dikursi pemeriksaan guna memberikan keterangan mengenai identitasnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar