Tata Cara sidang Anak Nakal diatur di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun
1997 tentang Pengadilan anak
Pemeriksaan sidang anak nakal
dilakukan oleh hakim khusus yaitu hakim anak. Pengangkatan hakim anak ditetapkan
oleh Ketua Mahkamah Agung RI dengan surat keputusan, dengan mempertimbangkan
usul Ketua Pengadilan Negeri tempat hakim bersangkutan bertugas melalui Ketua
Pengadilan Tinggi (Pasal
9 Undang-undang Pengadilan Anak), Pengangkatan hakim anak oleh Ketua Mahkama
Agung bukan oleh menteri kehakiman, karena hal tersebut menyangkut teknis
yuridis pengadilan dan merupakan pengangkatan hakim khusus.
Syarat-syarat untuk dapat ditetapkan sebagai hakim
anak dalam Pasal 10 Undang-undang Pengadilan Anak menentukan sebagai berikut:
1.
Telah
berpengalaman sebagai hakim di Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.
2.
Mempunyai
minat, perhatian, dedikasi dan memahami masalah anak.
Untuk dapat dilaksanakan
ketentuan di atas diperlukan peraturan pelaksana yang menyangkut berapa lama
pengalaman seorang hakim Pengadilan Negeri yang dianggap layak untuk menjadi
hakim anak. Walaupun banyak hakim yang berpengalaman akan tetapi tanpa memiliki
minat, perhatian, dedikasi tidak akan bisa ditunjuk menjadi Hakim anak.
Dalam pemeriksaan sidang
anak nakal para pejabat yang memeriksa anak nakal yaitu Hakim, Penuntut Umum
dan Advokat tidak mengenakan toga. Juga untuk panitera yang membantu hakim
tidak mengenakan jas. Semua pakaian kebesaran pejabat tidak digunakan hal ini
untuk memberikan kesan ramah sehingga persidangan dapat berjalan dengan lancar
dan penuh rasa.
Pemerikasaan sidang anak
dilakukan dengan hakim tunggal (Pasal 11 ayat (1) Undang-undang Pengadilan
Anak). Dengan hakim tunggal tujuannya agar sidang perkara anak dapat
diselesaikan dengan cepat. Perkara anak yang dapat disidangkan dengan hakim
tunggal adalah perkara pidana yang ancaman hukumannya 5 (lima) tahun kebawah
dan pembuktiannya mudah atau tidak sulit. Tindak pidana yang dimaksud adalah
tindak pidana pencurian (Pasal 362 KUHP), penggelapan (Pasal 372 KUHP) dan
Penipuan (Pasal378 KUHP). Apabila tindak pidananya diancam dengan
hukuman penjara diatas lima tahun dan pembuktiannya sulit, maka berdasarkan
(Pasal 11 ayat (2) Undang-undang Pengadilan Anak) perkara diperiksa dengan hakim
majelis. Namun, dalam Pasal 11 ayat (2) tersebut selain dalam “hal tertentu”
yaitu tentang ancaman hukuman dan pembuktian tersebut, juga “dipandang perlu.
Namun, dalam Undang-undang tidak dijelaskan apa yang dimaksud dipandang perlu
tersebut. sebab ada juga perkara tergolong hal tertentu seperti tindak pidana
pemalsuan surat Pasal 263 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara
dan juga tindak kekerasan Pasal 170 ayat (2) dengan ancaman maksimal
hukuman yaitu 7 tahun penjara. Tetapi tidak dipandang perlu diperiksa oleh
hakim majelis, sehingga dalam praktik sulit untuk menentukan ukuran “dipandang
perlu” tersebut.
Lebih lanjut apa yang
telah diatur secara khusus dalam Pasal 11 Undang-undang Pengadilan Anak maka
peraturan dalam KUHAP harus dikesampingkan, Penuntut umum cukup menunjukkan
perkara dan pengadilan yang akan menetapkan apakah perkara tersebut diperiksa
oleh hakim tunggal atau hakim majelis.
Pada tingkat banding
maupun kasasi, hakim yang memeriksa dan memutus perkara anak nakal sama dengan
di tingkat peradilan pertama, yaitu dengan hakim tunggal (Pasal 11 dan Pasal 14
Undang-undang Pengadilan Anak)
Hakim yang memeriksa
perkara anak, berwenang melakukan penahanan terhadap terdakwa untuk kepentingan
pemeriksaan paling lama 15 (lima belas) hari. Apabila penahanan itu merupakan
penahanan lanjutan, penahannya dihitung sejak perkara anak dilimpahkan penuntut
umum ke Pengadilan Negeri. Sedangkan apabila bukan penahanan lanjutan, karena
terdakwa tidak penah ditahan di tingkat penyidikan maupun penuntutan, maka
menjadi keputusan hakim kapan peritah penahanan itu dikeluarkan selama perkara
belum diputus.
Apabila jangka waktu 15
hari pemeriksaan sidang belum selesai, perpanjangan penahanan dapa dilakukan
oleh Ketua Pengadilan Negeri paling lama 30 hari. Jadi maksimal penahanan bagi
terdakwa adalah 45 hari. Jadi,apabila jangka waktu tersebut terlampaui,
sedangkan perkara belum diputus oleh hakim, maka terdakwa harus dikeluarkan
dari tahanan demi hukum.
Jika perkara anak
banding, terdakwa ditingkat pemeriksaan banding dapat ditahan oleh hakim
banding paling lama 15 hari dan perpanjangan penahanan paling lama 30 hari
(Pasal 48 Undang-undang Pengadilan Anak). Kemudian apabila perkaranya naik
kasasi, hakim kasasi berwenang menahan terdakwa untuk kepentingan pemeriksaan
paling lama 25 hari dan dapat diperpanjang oleh ketua Mahkamah Agung RI paling
lama 30 hari (Pasal 49 Undang-undang Pengadilan Anak). Khususnya terhadap
tersangka atau terdakwa yang menderita gangguan fisik atau mental yang berat,
guna kepentingan pemeriksaan (Pasal 50 ayat (1) Undang-undang Pengadilan Anak
memberi pengecualian untuk perpanjangan penahanan yang melebihi Pasal 44, Pasal
46 sampai dengan Pasal 49, yaitu perpanjangan untuk paling lama dua kali,
masing-masing 15 hari dan 15 hari lagi untuk perpanjangan berikutnya. (Pasal 50
ayat (2) Undang-undang Pengadilan Anak). Untuk dapat memperpanjang penahanan
tersebut, keadaan terdakwa yang menderita gangguan fisik berat harus dibuktikan
dengan surat keterangan dokter.(2000 : 63-64)
Pejabat yang berwenang melakukan perpanjangan
penahanan sebagaimana dimaksud adalah :
1.
Ketua
Pengadilan Negeri ditingkat penyidikan dan penuntutan.
2.
Ketua
Pengadilan Tinggi dalam tingkat pemeriksaan di Pengadilan Negeri.
3.
Ketua
Mahkamah Agung dalam tingkat pemeriksaan banding dan kasasi.
Meskipun perpanjangan penahanan tersebut
dimungkinkan oleh Undang-undang, sehingga dalam satu tingkat pemeriksaan
tersangka atau terdakwa berakibat mendekam dalam tahanan lebih lama, namun,
apabila ia merasa dirugikan karena adanya penahana itu, Undang-undang
Pengadilan Anak melalui Pasal 50 ayat (6) memberi kesempatan untuk mengajukan
keberatan. Keberatan yang diajukan tersebut bukan diajukan pada pejabat yang
melakukan perpanjangan,akan tetapi kepada pejabat yang tingkatnya lebih tinggi,
yaitu diajukan pada:
1.
Ketua
Pengadilan Tinggi dalam tingkat penyidikan dan penuntutan.
2.
Ketua
Mahkamah Agung dalam Pemeriksaan Pengadilan Negeri dan pemeriksaan Banding.
Undang-undang Pengadilan Anak selain tidak memberi
batas waktu, juga tidak memberi apa yang terjadi akibat apabila perpanjangan
penahanan sudah dilakukan sedangkan surat perintah perpanjangan penahanan atau
penetapan perpanjangan penahanan dibatalkan karena keberatan tersangka/terdakwa
dapat dibenarkan atau diterima.
Untuk tata ruang persidangan anak ditata berdasarkan
Pasal 230 ayat (3) KUHAP, sebagai berikut :
1.
Tempat
meja dan kursi hakim terletak lebih tinggi dari tempat penuntut umum, penasehat
hukum, terdakwa dan pengunjung;
2.
Tempat
panitera terletak disisi kanan tempat hakim ketua sidang;
3.
Tempat
penuntut umum terletak disisi kanan depan hakim;
4.
Tempat
terdakwa dan penasehat hukum terletak di sisi kiri depan dari tempat hakim dan
terdakwa disebelah kanan tempat penasehat hukum;
5.
Tempat
kursi pemeriksaan terdakwa dan saksi terletak didepan tempat hakim;
6.
Tempat
saksi atau ahli yang telah didengar terletak dibelakang kursi pemeriksaan;
7.
Tempat
pengunjung terletak di belakang tempat saksi yang telah didengar;
8.
Bendera
nasional ditempatkan di sebelah kanan meja hakim dan panji pengayoman
ditempatkan disebelah kiri meja hakim sedangkan lembaga negara
ditempatkan pada dinding bagian atas dibelakang meja hakim;
9.
Tempat
rohaniawan terletak disebelah kiri tempat panitera;
10.
Tempat
sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai huruf i diatas diberi tanda pengenal;
11.
Tempat
petugas keamanan dibagian dalam pintu masuk utama ruang sidang dan tempat lain
dianggap perlu.
Ukuran ruang sidang disesuaikan dengan keadaan
gedung pengadilan negeri setempat. Berdasarkan Pasal 16 Keputusan Menteri
Kehakiman RI No.M.02.PW.07.10 tahun 1997 tentang tata tertib persidangan dan
tata tertib ruang sidang, bahwa ruang sidang Pengadilan Anak dibagi atas 3
(tiga) bagian, yaitu :
1.
Ruangan
untuk tempat hakim, panitera dan rohaniawan.
2.
Ruangan
untuk tempat penuntut umum, penasehat hukum, pembimbing kemasyarakatan,
terdakwa, saksi dan orang tua, wali atau orang tua asuh.
3.
Ruangan
untuk umum.
Sesuai dengan Pasal 56 Undang-undang Pengadilan
Anak, sebelum sidang dibuka hakim, hakim memerintahkan kepada pembimbing
kemasyarakatan agar menyampaikan laporan hasil penelitian kemasyarakatan
mengenai hasil anak yang bersangkutan.
Pembimbing kemasyarakatan yang
dimaksud adalah pembimbing kemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan di wilayah
hukum Pengadilan negeri setempat. Apabila di wilayah hukum Pengadilan negeri
setempat tidak terdapat balai pemasyarakatan, maka menurut Pasal 12 ayat
(2) Keputusan Menteri Kehakiman No.02.PW.07.10 tahun1997, hakim dapat
memerintahkan pembimbing kemasyarakatan dari anak yang bersangkutan untuk memberi
hasil penelitian kemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan terdekat. Isi laporan
harus memenuhi syarat yang ditetapkan dalam Pasal 56 Undang-undang Pengadilan
Anak dan hasil laporan ini merupakan bahan pertimbangan bagi hakim yang
menyidangkan perkara anak nakal tersebut.
Dalam hal pelaksanaan
persidangan, Hakim anak yang bertugas menegtokkan palu sebanyak tiga kali
dengan menyatakan “sidang dibuka dan dinyatakan tertutup untuk umum.” Sidang
pengadilan anak dilaksanakan secara tertutup adalah sejalan dengan Pasal 153
ayat (3) KUHAP dan Pasal 57 ayat (1) Undang-undang Pengadilan Anak. Yang
nerupakan kewajiban hukum yang tidak dapat diabaikan.
Setelah pernyataan tersebut
diucapkan hakim memanggil masuk terdakwa beserta orang tua, wali atau orang tua
asuh, penasehat hukum/advokat serta pembimbing kemasyarakatan. Mereka duduk
ditempat yang telah disediakan diruang sidang kecuali untuk sementara terdakwa
duduk dikursi pemeriksaan guna memberikan keterangan mengenai identitasnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar