a.
kracht van gewisjde zaak (mutlaknya perkara yang
telah terputus) pasal 76.
b.
Matinya
terdakwa, pasal 77
c.
Lewat
waktu (verjaring), pasal 78 – 80
d.
Penyelesaian
di luar pengadilan (afdoening buiten
proces) pasal 82
Alasan –
alasan gugurnya menjalani hukuman adalah
a)
matinya
terhukum, pasal 83
b)
lewat
waktu, pasal 84 – 85
Dahulu
itu, alasan – alasan tersebut dianggap alasan gugurnya wewenang melaksanakan
hak menuntut hukuman dan gugurnya wewenang melaksanakan hukuman, sedangkan pada
zaman sekarang alasan – alasan tersebut dilihat sebagai alasan gugurnya hak
menuntut hukuman dan gugurnya hukuman itu sendiri. Di luar KUHP, masih ada
beberapa alasan yaitu:
a) grasi –
menggugurkan menjalani hukuman atau sebagian hukuman
Sifat grasi sekarang telah berbeda dari sifatnya
semula. Pada permulaan, pada zaman kerajaan-kerajaan absolut di Eropa, grasi
itu merupakan suatu anugrah raja, yaitu anugerah raja yang telah sudi
mengampuni yang terhukum. Tetapi di negara modern, sesudah diadakannya
badan-badan pengadilan yang berdiri tersendirinya badan-badan pengadilan ini
diperkuat oleh ajaran trias politica – dan tiada lagi kemungkinan bagi badan
eksekutif untuk secara langsung memperngaruhi peradilan, maka grasi itu lebih
bersifat satu koreksi atas keputusan hakim, yaitu satu koreksi yang diadakan
berdasarkan alasan-alasan yang diketahui sesudah hakim memutuskan perkara yang
bersangkutan. Sebagai alasan diberinya grasi dapat disebut antara lain:
1.
Kepentingan
keluarga dari yang terhukum
2.
Yang
terhukum pernah sangat berjasa bagi masyarakat
3.
Yang
terhukum menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan
4.
Yang
terhukum berkelakuan baik dipenjara da memperlihatkan keinsyafan atas
kesalahannya.
Asas utama Undang-undang Grasi ini adalah:
1.
Atas
hukuman yang dijatuhkan oleh keputusan kehakiman yang tidak dapat diubah lagi,
orang yang dihukum atau pihak lain dapat memajukan permohonan grasi kepada
Presiden” – pasal 1. jadi, atas tiap-tiap hukuman dan oleh tiap-tiap yang
terhukum dapat diajukan permohonan grasi kepada Presiden.
2.
Keputusan
hakim telah tidak dapat diubah lagi, yaitu telah inkracht van gewijsde.
3.
Bukan
hanya yang terhukum saja yang dapat memohon grasi, tetapi juga pihak lain,
yaitu pihak ketiga, asal dengan permohonan grasi yang diajukan oleh pihak
ketiga ini (pasal 6 ayat 4). Syarat tersebut terakhir ini tidak perlu dipenuhi
apabila permohonan grasi itu diajukan karena jabatan
4.
Terkecuali
permohonan grasi atas hukuman denda (pasal 4 ayat 1), maka tiap-tiap permohonan
grasi menunda eksekusi (pelaksanaan) hukuman atau mempertangguhkannya apabila
telah dimulai.
5.
Permohonan
grasi harus dimajukan kepasa Panitera pengadilan yang memutus pada tingkat
pertama, atau jika permohonan bertembat tinggal diluar daerah hukum perngadilan
yang berkepentingan atau jika Panitera pengadilan tidak ada ditempatnya, maka
pemohon dapat memajukan permohonannya kepada pembesar daerahnya (pasal 6 ayat
1)
6.
Grasi
tidak akan diberi apabila sebelumnya tidak didengar pertimbangann dari beberapa
instansi yang penting dan yang bersangkutan
b) abolisi
– menggugurkan hak menuntut hukuman
Perundang-undangan mengenai abolisi tidak
menjelaskan bagaimana definisi tentang abolisi. Yang biasanya dimaksud dengan
abolisi itu adalah meniadakan wewenang dari Penuntut umum untuk menuntut
hukuman.Abolisi itu diberi oleh Presiden atas kepentingan negara.Pemberian
abolisi itu diputuskan oleh Presiden sesudah mendapat nasehat Mahkamah Agung
(pasal 1).
c) amnesti
– menggugurkan baik hak menuntut hukuman maupun menjalani hukuman
Perundang-undangan mengenai amnesti juga tidak
menjelaskan definisi tentang amnesti. Biasananya ambesti adalah wewenang yang
lebih luas lagi, yaitu manesti tidak hanya meniadakan wewenang untuk menuntut
hukuman tetapi pula wewenang untuk menuntut hukuman tetapi pula wewenang untuk
mengeksekusi hukuman, baik dalam hal eksekusi itu belum dimulai maupun dalam
hal eksekusi itu telah dimulai. Amnesti itu diberi oleh Presiden atas
kepentingan negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar