Jumat, 05 Juni 2015

Kekinian dalam Tulisan

Kekinian Dalam Tulisan

Berdiri asing ditengah keramaian, Pengembara Jiwa dari Negeri seberang. Aku terkagum melihat sebuah kemajuan, ketika bahasa-bahasa aneh masuk dalam pikiran. Laju kereta tepat pada waktunya, berpegang erat pada tiang besi, tanpa ada satupun senyum menyapa. Aku, Kamu dan Dia, hanyalah bianglala Kehidupan.

Terpejam dan memandang, setiap mata yang berambisi. Kau bergerak tanpa henti, demi sesuatu yang akan menganggapmu tinggi.
Lalu tersandunglah Aku, Melihatmu Kini, Aku jadi Tau diri.
Siapa Aku, Siapa Kamu, Demi kepantasan dan kekinian, Aku berusaha Bunuh Diri.

Saat lelah ku berjalan, kereta ini mengantarkanku sampai tujuan. Melihat batu-batu yang menjulang tinggi, membuka lebar sempitnya pikiran. Sadar aku terbelalak, bahwasanya dunia tak hanya Pulau indah yang sering Aku agung-agungkan. Menunduklah Aku, teringat Paras Ratuku, yang jauh berkilo-kilo di Pulau itu. Darimana datangnya Ia, tentu saja dari dataran tinggi yang sering terlihat olehku meski dari pesisir tepian.

Kini.... Kini... dan Kekinian...
Aku semakin menghargai kehidupan mudaku, masa dimana Aku  memilihmu untuk melangkah bersama kedepan. Membangun sebuah koalisi tanpa saling sikut dan hausnya misi kepentingan.
Ratuku, meski pijakanku tak begitu kuat dan ku tau akan tengelam diatas banyaknya gelombang perbedaan nanti. Aku beranikan untuk mencoba bunuh diri.
Meski dalam hal ini ''bunuh diri'' tak diartikan dalam arti yang sesungguhnya. Namun inilah tuntutan dari sebuah Kekinian.

Salam hangatnya terik matahari dariku. Di bawah Singa yang menepi di danau Palsu buatan.
Ivana Putra Pengembara Jiwa.

Kamis, 22 Januari 2015

KAPITALISASI Sepak Bola Indonesia

ketidak Jelasan aturan PSSI mengenai kepemilikan sebuah Klub Sepak Bola saat ini, memang akan menjadi bencana bagi Suporter Suporter Fanatik Kedaerahan untuk siap-siap kehilangan Klub Sepak Bola yang mereka banggakan. Regulasi yang menghapus penggunaan dana APBD untuk tim tim sepak bola, dan merubah konsep Tim Sepak Bola yang berkancah di Liga Indonesia harus dikelola secara Profesional oleh PT (Perseroan Terbatas) menjadikan sepak bola yang dulu merupakan Ikon Kedaerahan berubah menjadi Konsep Sepak Bola Bisnis.

Sebenarnya sah-sah saja, jika di Indonesia mengikuti regulasi FIFA. dimana dalam sepak bola Modern, klub sepak bola dikelola oleh suatu korporasi. namun Penerapan hal tersebut, tidak diikuti oleh aturan-aturan yang jelas. kita Contoh Inggris, ketika Pemilik HULL CITY yang baru ingin mengubah nama menjadi HULL CITY TIGER. dalam hal ini FA (PSSI'E inggris) MENOLAK dengan keras kebijakan manajemen tsb. sedangkan kita bisa lihat di Indonesia, ketika kepemilikan Klub sepak bola telah jatuh ditangan pemilik Baru. maka Pemilik baru berhak, memindah stadion dan menganti seenaknya nama Klub sepak bola tersebut. sebagai contoh misalnya : P-MAN Karawang yang harus kehilangan klub sepak bola kesayangannya, kini Pelita Jaya menjadi Pelita Bandung Raya (Baraya) . sedangkan pemilik Pelita Jaya sebelumnya, sekarang menjadi salah satu pemegang saham AREMA CRONOUS.

Regulasi pergantian nama dan Home bass seperti inilah, yang belum bisa kita pahami sebagai masyarakat awam. lebih lagi, peraturan mengenai kepemilikan Klub sepak bola diindonesia yang tidak jelas. Contoh : ARB orang indonesia, bisa memiliki 4 klub berbeda. ARM, Brisbane ROAR, CS Vise. bagaimana jika salah satu tim sepak bola milik ARB di Indonesia lolos liga champion Asia dan bertemu dengan klub miliknya sendiri Brisbane Roar misalnya ?
lebih lagi, karena tim kita dikelola oleh korporasi. maka laporan keuangannya juga harus jelas. selama ini regulasi aturan kita juga ga jelas, dalam hal tim dinyatakan Bangkrut. kalau menurut hukum, sebuah PT (Perseroan terbatas) dinyatakan pailit atau bangkrut sesuai dengan UU Nomor 37 tahun 2004 tentang kepailitan. sedangkan definisi dari kata "bangkrut" yang ada dalam aturan, tidak pernah ada transparasi secara publik, bahwa suatu tim tsb mengalami kritis dalam hal finansial.

Untuk menghadapi hal-hal seperti ini, apa yang bisa kita lakukan sebagai Suporter. tentu saja dengan mendesak jajaran manajemen, untuk sedianya melakukan GO PUBLIC terhadap tim sepak bola yang kita banggakan. contoh saja arema :
http://www.goal.com/.../arema-indonesia-segera-go-public

Jika kita suporter, bisa Menguasai sebagian besar Saham. maka kita bisa turut serta andil dalam setiap kebijakan yang akan dijalankan manajemen. dan HAL itu juga, dapat sedikit menghilangkan rasa kekhawatiran kita, jika Pemilik Tim sepak bola yang kita banggakan, ingin menjual maupun pihak lain ingin mengakuisisi saham sebagian Tim sepak bola yang kita banggakan, agar mereka tidak mengubah seenaknya NAMA dan HOME BASS tim sepak bola yang kita banggakan.
Hal yang sama sudah pernah dilakukan, oleh banyak suporter di didunia. bahkan tim sepakbola sekelas Manchaster Unitedpun, para Fans juga turut serta andil dalam kepemilikan saham.

Sekedar berbagi tulisan, Salam.


Sabtu, 06 September 2014

PERCOBAAN menurut Hukum Pidana




Pada umumnya yang dimaksud dengan percobaan adalah suatu perbuatan dimana:
1.    Ada perbuatan permulaan;
2.    Perbuatan tersebut tidak selesai atau tujuan tidak tercapai;
3.    Tidak selesainya perbuatan tersebut bukan karena kehendaknya sendiri
Sifat Percobaan, terdapat 2 pandangan:
1.    Sebagai Strafausdehnungsgrund (dasar memperluas dapat dipidananya orang) sehingga, percobaan tidak dipandang sebagai jenis atau bentuk delik yang berdiri sendiri (delictum sui generis), tetapi dipandang sebgai bentuk delik tidak sempurna (onvolkomendelictsvorm). Dianut: Hazewinkel‐Suringa, Oemar Seno Adji
2.    Sebagai Tatbestandausdehnungsgrund (dasar memperluas dapat dipidananya perbuatan). Sehingga, percobaan dipandang sebagai delik yang sempurna (delictum sui generis)hanya dalam bentuk yang istimewa. Dianut: Pompe, Muljatno
Percobaan adalah suatu usaha untuk mencapai suatu tujuan akan tetapi pada akhirnya tidak ada atau belum berhasil. Percobaan atau poooging diatur dalam Bab IX Buku I KUHP Pasal 53. Dalam KUHP Indonesia tidak dijumpai mengenai rumusan arti atau definisi “percobaan”, yang dirumuskan hanyalah batasan mengenai kapan dikatakan ada percobaan untuk melakukan kejahatan. Yang dapat dipidana, hanyalah percobaan terhadap kejahatan dan tidak terhadap pelanggaran (pasal 54)
Sanksi untuk percobaan berbeda dengan delik yang sempurna. Yakni maksimum pidana yang dijatuhkan terhadap kejahatan yang bersangkutan dikurangi 1/3.
Syarat-syarat untuk dapat dipidananya percobaan adalah sebagai berikut:

  • Niat;
  • Adanya permulaan pelaksanaan;
  • Pelaksanaan tidak selesai bukan semata‐mata karena kehendaknya sendiri; 

Menurut Moeljatno berpendapat bahwa niat jangan disamakan dengan kesengajaan tetapi niat secra potensial bisa berubah menjadi kesengajaan apabila sudah di tunaikan menjadi perbuatan yang dituju. Pengertiannya :


  • Semua perbuatan yang diperlukan dalam kejahatan telah dilakukan tetapi akibat yang dilarang tidak timbul
  • Kalau belum semua ditunaikan menjadi perbuatan maka niat masih ada dan merupakan sifat batin yang memberi arah kepada percobaan.
  • Oleh karena niat tidak sama dan tidak bisa disamakan dengan kesengajaan maka isinya niat jangan diambil dari sisi kejahatannya apabila kejahatan timbul untuk itu diperlukan pembuktian tersendiri bahwa isi yang tertentu jadi bahwa sudah ada sejak niat belum ditunaikan.
  • Harus ada permulaan pelaksanaan pasal 53, hal ini tidak dicantumkan: Permulaan pelaksanaan.
  • Menurut mut harus diartikan dengan permulaan pelaksanaan dengan kejahatan. 

Jenis-jenis dalam percobaan terdiri atas :
1. Percobaan selesai atau percobaan lengkap (violtooid poging)
Adalah suatu suatu percobaan apabla sipembuat telah melakukan kesengajaan untuk menyelesikan suatu tindak pidana tetapi tdak terwujud bukan atas kehendaknya. Contoh : seorang A menembak B tetapi meleset.
2. Percobaan tertunda atau Percobaan terhenti atau tidak lengkap (tentarif poging)
Adalah suatu percobaan apabila tidak semua perbuatan pelaksanaan disyaratkan untuk selesainya tindak pidana yang dilakukan tetapi karena satu atau dua yang dilakukan tidak selesai. Contoh : A membidikan pistolnya ke B dan dihalangi oleh C
3. Percobaan tidak mampu (endulig poging)
Adalah suatu percobaan yang sejak dimulai telah dapat dikatakan tidak mungkin untuk menimbulkan tindak pidana selesai karena :
o   Alat yang dipakai untuk melakukan tindak pidana adalah tidak mampu
o   Obyek tindak pidana adalah tidak mampu baik absolut maupun relative
Oleh karena itu dikenal 4 bentuk percobaan tidak mampu :
o   Percobaan tidak mampu yang mutlak karena alat yaitu suatu percobaan yang sama sekali menimbulkan tindak pidana selesai karena alatnya sama sekali tidk dapat dipakai.
o   Percobaan mutlak karena obyek yaitu suatu percobaan yang tidak mungkin menimbulkan tindak pidana selesi kaena obyeknya sama sekali tidak mungkin menjadi obyek tindak pidana.
o   Percobaan relatif karena alat yaitu karena alatnya umumnya dapat dipai tetapi kenyataanya tidak dapat dipakai.
o   Percobaan relatif karena obyek yaitu apabila subyeknya pada umumnya dapat menjadi obyek tindak pidana tetapi tidak dapat menjadi obyek tindaka pidana yang bersangkutan.
4. Percobaan yang dikualifikasikan
Yaitu untuk melakukan suatu tindak pidana tertentu tetapi tidak mempunyai hasil sebagaimana yang dirahakan, melainkan perbuatannya menjadi delik hukum lain atau tersendiri.

PENGGELEDAHAN menurut Hukum Pidana



 Pasal 32 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentan Hukum Acara Pidana atau KUHAP menyatakan “Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini”. Dari ketentuan pasal ini, penggeledahan dibagi menjadi dua jenis, yaitu penggeledahan rumah dan penggeledahan pakaian atau badan.

PENGGELEDAHAN RUMAH
Pasal 1 angka 17 KUHAP menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan/atau penyitaan dan/atau penangkapan, menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Dari pasal ini juga diketahui bahwa tujuan penggeledahan rumah adalah untuk melakukan tindakan pemeriksaan, melakukan tindakan penyitaan, dan melakukan tindakan penangkapan.

PENGGELEDAHAN BADAN ATAU PAKAIAN
Pasal 1 angka 18 KUHAP menyebutkan bahwa yang dimaskud dengan penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan daban dan/atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang di duga keras ada pada badannya atau dibawanya, untuk disita. Pemeriksaan badan atau pakaian ini hanya bertujuan mencari benda-benda yang tersembunyi di dalam badan untuk di sita. Adapun benda yang dicari tersebut haruslah yang berhubungan erat dengan tindak pidana yang disangkakan atau yang dituduhkan.

Dalam tindakan penggeledahan, yang berhak melakukannya adalah penyelidik atas perintah penyidik dan penyidik sendiri. Penyelidik dalam hal ini adalah setiap anggota Kepolisian Republik Indonesia, yang dalam penggeledahan rumah atau badan hanya dapat bertindak atas perintah dari penyidik (Pasal 5 ayat (1) huruf b KUHAP). Sementara itu, karena kewenangan yang diberikan oleh KUHAP, penyidik dapat melakukan penggeledahan sendiri terkait dengan perkara yang ditanganinya (Pasal 7 ayat (1) huruf d KUHAP). Namun, dalam melakukan tindakan penggeledahan ada syarat-syarat formal yang wajib dipenuhi oleh penyidik.

Berdasarkan Pasal 33 KUHAP, sebelum melakukan tindakan penggeledahan, khususnya penggeledahan rumah, penyidik wajib menunjukan surat izin dari pengadilan negeri setempat dan berita acaranya dalam jangka waktu dua hari. Namun berdasarkan Pasal 34 KUHAP, jika dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dulu, penyidik harus menunjukan surat penggeledahan yang ditandatangani oleh kepala satuan atau penyidik sendiri atau penyidik pembantu.

Saat melakukan penggeledahan rumah harus disaksikan oleh dua orang saksi, jika tersangka atau penghuni menyetujui tindakan penggeledahan tersebut. Namun, jika pihak tersangka atau penghuni menolak atau tidak hadir, tindakan penggeledahan tersebut harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi.

Dalam Surat Keputusan Kapolri No. Pol : Skep/1205/IX/2000 terdapat hal-hal khusus yang harus diperhatikan terkait masalah penggeledahan badan dan penggeledahan pakaian, sebagai berikut :

  • Penggeledahan badan, khususnya terhadap wanita, dilakukan oleh penyidik/pemyidik pembantu wanita atau dapat meminta bantuan seorang wanita yang dapat dipercaya.
  • Jika perlu dilakukan pemeriksaan penggeledahan rongga badan dapat diminta bantuan pejabat kesehatan/paramedis.
  • Penggeledahan pakaian, harus dilakukan di ruang tertutup atau minimal tidak dilakukan di depan umum.
Dengan begitu, seorang wanita yang akan digeledah, khususnya pada bagian rongga badan dapat menolak untuk digeledah/diperiksa jika penyidik/penyidik pembantunya bukanlah seorang wanita.

Setelah melakukan penggeledahan, penyidik wajib memeberikan berita acara dan turunannya disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan.

PraPeradilan dalam Hukum Pidana



Praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutuskan tentang :

a.       Sah tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau permintaan yang berkepentingan demi tegaknya hukum dan keadilan ;
b.      Sah tidaknya Penghentian Penyidikan atau Penghentian Penuntutan atas permintaan yang berkepentingan demi tegaknya hukum dan keadilan ; dan
c.       Permintaan ganti-rugi atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan.

Hal mana tentang Praperadilan tersebut secara limitatif umumnya diatur dalam pasal 77 sampai pasal 83 Undang-undang No.8 tahun 1981 tentang KUHAP. Sebenarnya upaya pra-peradilan tidak hanya sebatas itu, karena secara hukum ketentuan yang mengatur tentang pra-pradilan menyangkut juga tentang tuntutan ganti kerugian termasuk ganti kerugian akibat adanya “tindakan lain” yang di dalam penjelasan pasal 95 ayat (1) KUHAP ditegaskan kerugian yang timbul akibat tindakan lain yaitu, kerugian yang timbul akibat pemasukan rumah, penggeledahan dan penyitaan yang tidak sah menurut hukum.

Sehingga dalam konteks ini pra-peradilan lengkapnya diatur dalam pasal 1 butir 10 KUHAP Jo. Pasal 77 s/d 83 dan pasal 95 s/d 97 KUHAP, pasal 1 butir 16 Jo. Pasal 38 s/d 46, pasal 47 s/d 49 dan pasal 128 s/d 132 KUHAP.

Dalam konteks ini pra peradilan tidak hanya menyangkut sah tidaknya suatu penangkapan atau penahanan, atau tentang sah tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan, atau tentang permintaan ganti-rugi atau rehabilitasi, akan tetapi upaya pra-pradilan dapat juga dilakukan terhadap adanya kesalahan penyitaan yang tidak termasuk alat pembuktian, atau seseorang yang dikenakan tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang, karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan. ( Vide : Keputusan Menkeh RI No.:M.01.PW.07.03 tahun 1982 ), atau akibat adanya tindakan lain yang menimbulkan kerugian sebagai akibat pemasukan rumah, penggeledahan dan penyitaan yang tidak sah menurut hukum.

Sejauh ini yang kita kenal pra-peradilan sering dilakukan oleh tersangka atau keluarga tersangka melalui kuasa hukumnya dengan cara melakukan Gugatan/Permohonan Praperadilan terhadap pihak Kepolisian atau terhadap pihak Kejaksaan ke Pengadilan Negeri setempat, yang substansi gugatannya mempersoalkan tentang sah tidaknya penangkapan atau sah tidaknya penahanan atau tentang sah tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan.

Namun sesungguhnya praperadilan secara hukum dapat juga dilakukan pihak Kepolisian terhadap pihak Kejaksaan, begitu juga sebaliknya. Perlu untuk diketahui bahwa pasal 77 s/d pasal 83 KUHAP yang mengatur tentang Praperadilan tidak hanya memberikan hak kepada tersangka atau keluarganya untuk mempraperadilankan Kepolisian dan Kejaksaan, namun pasal tersebut juga memberi hak kepada Kepolisian untuk mempraperadilankan Kejaksaan dan memberi hak kepada Kejaksaan untuk mempraperadilankan Kepolisian.

Praperadilan adalah hal yang biasa dalam membangun saling kontrol antara Kepolisian, Kejaksaan dan Tersangka melalui Kuasa Hukumnya atau menciptakan saling kontrol antara sesama penegak hukum. Dalam negara hukum yang berusaha menegakkan supremasi hukum sangat diperlukan suatu lembaga kontrol yang independen yang salah satu tugasnya mengamati/mencermati terhadap sah tidaknya suatu penangkapan, penahanan atau sah tidaknya penghentian penyidikan atau sah tidaknya alasan penghentian penuntutan suatu perkara pidana baik itu dilakukan secara resmi dengan mengeluarkan SP3 atau SKPPP (Devonering), apalagi yang dilakukan secara diam-diam.

Di samping itu diharapkan juga pihak Kepolisian dapat mengontrol kinerja Kejaksaan apakah perkara yang sudah dilimpahkan benar-benar diteruskan ke Pengadilan. Begitu juga pihak Kejaksaan diharapkan dapat mengontrol kinerja Kepolisian di dalam proses penanganan perkara pidana apakah perkara yang sudah di SPDP (P.16) ke Kejaksaan akhirnya oleh penyidik perkara tersebut benar-benar dilimpahkan ke Kejaksaan atau malah berhenti secara diam-diam.

Di dalam era supremasi hukum ini sudah saatnya dibangun budaya saling kontrol, antara semua komponen penegak hukum ( Hakim, Jaksa, Polisi dan Advokat ) agar kepastian hukum benar-benar dapat diberikan bagi mereka para pencari keadilan.