Kekinian Dalam Tulisan
Berdiri asing ditengah keramaian, Pengembara Jiwa dari Negeri seberang. Aku terkagum melihat sebuah kemajuan, ketika bahasa-bahasa aneh masuk dalam pikiran. Laju kereta tepat pada waktunya, berpegang erat pada tiang besi, tanpa ada satupun senyum menyapa. Aku, Kamu dan Dia, hanyalah bianglala Kehidupan.
Terpejam dan memandang, setiap mata yang berambisi. Kau bergerak tanpa henti, demi sesuatu yang akan menganggapmu tinggi.
Lalu tersandunglah Aku, Melihatmu Kini, Aku jadi Tau diri.
Siapa Aku, Siapa Kamu, Demi kepantasan dan kekinian, Aku berusaha Bunuh Diri.
Saat lelah ku berjalan, kereta ini mengantarkanku sampai tujuan. Melihat batu-batu yang menjulang tinggi, membuka lebar sempitnya pikiran. Sadar aku terbelalak, bahwasanya dunia tak hanya Pulau indah yang sering Aku agung-agungkan. Menunduklah Aku, teringat Paras Ratuku, yang jauh berkilo-kilo di Pulau itu. Darimana datangnya Ia, tentu saja dari dataran tinggi yang sering terlihat olehku meski dari pesisir tepian.
Kini.... Kini... dan Kekinian...
Aku semakin menghargai kehidupan mudaku, masa dimana Aku memilihmu untuk melangkah bersama kedepan. Membangun sebuah koalisi tanpa saling sikut dan hausnya misi kepentingan.
Ratuku, meski pijakanku tak begitu kuat dan ku tau akan tengelam diatas banyaknya gelombang perbedaan nanti. Aku beranikan untuk mencoba bunuh diri.
Meski dalam hal ini ''bunuh diri'' tak diartikan dalam arti yang sesungguhnya. Namun inilah tuntutan dari sebuah Kekinian.
Salam hangatnya terik matahari dariku. Di bawah Singa yang menepi di danau Palsu buatan.
Ivana Putra Pengembara Jiwa.